https://unsplash.com/photos/U4tEyXTmK_E

I Am Not His Bubble Gum

Nadia Josephine

--

Flashback, tepatnya sekitar 11 bulan yang lalu, aku berkenenalan dengan seorang pria.

Namanya tersusun berdasarkan zodiac serta gabungan nama dari ayah dan ibunya, “wah asik nih namanya, pasti orang tuanya sering baca-baca nama latin dan menyukai hal-hal yg berhubungan dengan air”, gumamku, ternyata, itu hanyalah sebuah imajinasi.

Dia adalah alumni dari sebuah universitas yang cukup elit, lulus setelah menempuh waktu belajar selama 7 tahun.

Dia memiliki seorang istri yang notabenenya adalah teman kampusnya, istrinyapun tidak ingin kalah, karena beliau lulus setelah 8 tahun, nama istrinya cukup menarik, karena ini seperti bentuk singkatan anak gaul di ibu kota ( nongkrong cantik )

Dari pernikahannya, dia dikaruniai seorang anak yg masih berusia 2 tahun, namanya unik karena diambil dari nama burung yg dipadukan dengan potongan zodiac kakeknya.

Perkenalan kami bermula dari sebuah rasa penasaranku tentang hal-hal yang berhubungan dengan kampus baru yang awalnya ingin kusinggahi. Percakapan kami dimulai dengan hal-hal layaknya orang normal, aku yang memperkenalkan diri lalu menyatakan tujuanku menghubunginya, dari situ dia mulai menanyakan identitasku dengan begitu cermat. Namun aku hanya sekedar mengetahui namanya, dan fotonya dari akun sosial media yang kugunakan saat menambahkannya dari salah satu akun kampus official, karena saat itu tujuanku hanya ingin mendapatkan informasi.

Setelah perkenalan kami, dia jadi sering menghubungiku, menanyakan hal-hal sederhana seperti sedang apa, dengan siapa, sudah makan atau belum, minum air putih berapa liter hari ini, aku hanya menjawab sekedarnya pada saat itu, satu-satunya alasan aku tetap merespon percakapannya karena aku menghargainya.

Hari-hari berlalu dan dia jadi semakin menunjukkan kejanggalan, mulai dari dia yang memanggilku dengan panggilan “sayang”, sering membuatkan puisi yang seolah seperti curahan hati dan ungkapan cinta untukku, hampir setiap hari juga dia mengirimkan voice note yang berisi ucapan semangat untuk kegiatan yang akan kulalaui seharian, ucapan selamat tidur, bahkan dia sering mengirimkan lagu yang dia nyanyikan dengan diiringi suara gitarnya, tak lupa dia juga mengirimkan foto-fotonya setiap hari, sejujurnya itu membuatku tidak nyaman, namun lagi-lagi karena aku masih menghargainya, aku tetap memberi respon yang baik padanya, terkadang jika aku tidak membalas pesannya seharian, dia pasti akan menelfonku berkali-kali hingga aku mengangkat telfon darinya, dan dia akan menanyakan apakah aku baik-baik saja, apa yang aku kerjakan seharian, apakah aku lelah dengan aktivitasku, kenapa aku tidak menghubunginya.

Beberapa bulan telah kulewati dengan ketidakjelasan darinya yang terus menerus menghubungiku, dan lagi-lagi aku masih tetap meresponnya dengan baik.

Hingga malam itu, malam dimana aku benar-benar menyesal mengapa aku selalu menanggapinya, dia mengungkapkan perasaannya padaku, dia menceritakan identitasnya, dan yang paling membuatku terkejut adalah, pengakuan jika dia telah memiliki seorang istri dan anak, tetapi dia menyukaiku.

Dia menceritakan hubungannya dengan istrinya, bahkan hubungan intim dengan istrinya pun diungkapkan padaku, jika dia mulai bosan, dan karena jarak tempat tinggal istrinya dan kantor tempat dia bekerja cukup jauh, akhirnya mereka jadi jarang bertemu, mungkin hanya satu atau dua kali dalam sebulan.

Dia mengungkapkan jika dia menyukaiku sejak awal layaknya seorang kekasih, karena dia merasa nyaman padaku, karena dia berkata aku adalah wanita yang baik dan cukup dewasa untuk menghadapi masalah. Dan dia menawarkanku untuk menjalani hubungan diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya.

Sontak aku menjadi takut.

Belum sempat aku menutup chat room, dia kembali mengirim pesan kedua kepadaku, dia mengatakan ingin menikahiku jika aku bersedia, dan rela untuk menceraikan istrinya namun tetap akan menafkahi anaknya hingga dewasa dan berjanji akan menjagaku serta menyenangkan hatiku.

Aku benar-benar tidak menyangka, kenapa ada laki-laki yang pemikiran dan perasaannya seperti ini, kenapa semudah itu dia mempermainkan pernikahannya hanya untuk gadis yang bahkan belum pernah dia temui dan belum dia kenal dengan baik.

Rasa penasaranku muncul, ya hanya sebatas rasa penasaran, meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan dengan istrinya dan ingin segera memblokir akunnya, aku bertanya alasan dia berbicara seperti itu padaku padahal dia sudah memiliki istri dan anak sedangkan sampai hari dimana dia mengungkapkan itu, dia juga tidak mengenalku dengan baik, tahu nama lengkapku pun tidak.

Tak kurang dari 5 menit, dia membalas pesanku, dan jawaban yang dia berikan untuk pertanyaanku itu adalah “kita bisa bertemu atau menjalani hubungan dengan siapa aja, tetapi untuk cinta sejati, mungkin datang disaat kita sudah memiliki hubungan dengan orang lain atau bahkan ketika sudah menikah, tidak akan ada yang tahu jika ternyata kita jatuh cinta dengan orang baru, dan aku mencintaimu, kamu berbeda dari yang lain, aku ingin hidup bersamamu sampai tua”, semacam itu karena aku tidak terlalu ingat dengan detailnya.

Saat itu aku hanya membalas jika aku tidak akan pernah menyukainya atau ingin menjalin hubungan apapun padanya.

Mengapa masih ada laki-laki yang memperlakukan wanita sedemikian rupa, bagaimana dengan perasaan istrinya ? Ibunya ? Atau bahkan anak perempuannya kelak ? Apa karena memang dia masih menganggap wanita hanya sebagai objek kesenangan sesaat untuknya ?

Seperti permen karet, dia yang memilihnya sejak awal,entah dengan pertimbangan seperti apa, lalu dia mulai mengunyahnya, menggelembungkannya lalu meletupkannya berkali-kali, hingga warnanya berubah menjadi pucat pasi, bentuknya yang awalnya lucu dengan tekstur padat, lama kelamaan menjadi lembek, berubah mengeras setelah dikunyah beberapa saat, lalu ketika dia merasa rasa manisnya semakin memudar, dia membuang permen karet itu ketempat sampah karena dia pikir sudah tidak berguna, tidak berasa,sudah tidak “enak”, toh masih ada permen karet lain yang masih mampu dia beli.

Lantas dia bebas melakukan apapun diluar sana selama dia sudah memenuhi “tugasnya” sebagai seorang suami dan ayah ? mampu mencukupi kebutuhan finansial anak dan istrinya.Sebuah hubungan tidak hanya berdasarkan seberapa banyak uang yang mampu kamu hasilkan dan kamu berikan untuk keluargamu, hubungan tanpa cinta dan ketulusan seperti mobil tanpa bensin, kamu bisa saja mendorongnya, namun seberapa kuat kamu akan mendorongnya? Sejauh apa kamu mampu mendorongnya sendiran? Apakah kamu akan mendorongnya seumur hidupmu? Bagaimana jika pasanganmu juga melakukan hal yang sama terhadapmu ?

Namun apakah hubungan hanya memerlukan cinta? Jawbannya tentu tidak, tanpa materipun terlihat begitu sia-sia, bagaimana istrimu dan anakmu akan makan jika mereka kelaparan dan kamu tidak memiliki uang sepeserpun? Apakah mereka akan langsung kenyang jika kamu berkata “ aku mencintai kalian ketika kalian sedang kelaparan”. Jadi pada dasarnya, semua harus seimbang dan selaras.

Banyak hal tentang pria ini yang masih belum dapat kupahami pemikirannya.

Pada akhirnya, tepat beberapa menit setelah aku membaca pesan terakhir darinya di pagi itu, aku langsung memblokir akun social medianya. Dan sampai hari ini, aku tidak pernah ingin mengetahui kabar darinya lagi.

“Untukmu yang memiliki seorang pasangan, siapapun kamu diluar sana,yang mungkin saat ini kamu sedang mengalami kejenuhan yang luar biasa dengan pasanganmu, atau kamu mulai merasa hampa dengan hubunganmu, ketika kamu sudah atau mungkin belum terikat oleh sebuah pernikahan, cobalah untuk menghargai setiap momen menjenuhkan itu, cobalah untuk menikmati semua kebosanan dan ketidakjelasan dengan pasanganmu selama kamu masih bisa mengubah segalanya.”

Jangan melakukan hal-hal yang akan menyakiti satu sama lain,kamu yang memilihnya sejak awal, begitupun dia, jangan membuat pembenaran dengan menjadikan alasan jarak, jarang bertemu, tidak ada waktu berdua, perbedaan waktu, atau bahkan fisiknya yang mulai tidak sesuai dengan hasrat dipikiranmu,yang membuatmu berifikir untuk mencari yang baru dengan cara berselingkuh, atau bahkan meninggalkannya demi orang baru, atau mantanmu dimasa lalu yang kamu anggap “ ternyata dia lebih dari segalanya”.

--

--

Nadia Josephine
Nadia Josephine

Written by Nadia Josephine

I learn to design and develop experiences that make people’s lives simple.

No responses yet